Senin, 30 Maret 2009

Pengertian Tasawuf

PENGERTIAN TASAWUF
Oleh: Ust. Drs. P.M. Gunawan Nst.
(Dosen Ilmu Tasawuf Di Stit-Musi)

www.tasawufislam.blogspot.com: Menurut bahasa, tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu Sufi. Kata sufi berawal dari seorang sufi pertama yang merintis ilmu tasawuf dalam Islam, beliau bernama Abu Hasyim Al-Kufi berasal dari Iraq, beliau hidup di abad ke 8 Masehi dan wafat pada tahun 150 Hijriyah (Profil beliau kelak akan kita teliti lebih lanjut dan insya Allah akan kami tampilkan di tulisan berikutnya, amin Ya Allah). Dari Abu Hasyim Al-Kufi kita mengenal ilmu tasawuf, karena beliaulah orang pertama yang mendapat hidayah Allah untuk merintis tariqat (jalan) kehidupannya lewat jalur ihsan.

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya yang berjudul "Falsafah & Mistisisme Dalam Islam", dalam bukunya ini beliau menuliskan bahwa ada 5 (lima) teori mengenai asal atau etimologi sufi, yaitu:

1. Ahl al-suffah yaitu orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekah ke Madinah, dan karena kehilangan harta, berada dalam keadaan miskin dan tak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana tersebut diberi nama suffah. Inggrisnya Saddle-Cushion dan kata sofa dalam bahasa Eropa berasal dari kata suffah. Sungguhpun miskin ahl-suffah berhati baik dan mulia. Sifat tidak mementingkan keduniaan, miskin tetapi berhati baik dan mulia itulah sifat-sifat kaum sufi.

2. Saf Pertama. Sebagaimana halnya dengan orang sembahyang di saf pertama mendapatkan kemuliaan dan pahala, demikian pula kaum sufi dimuliakan Allah dan diberi pahala.

3. Sufi dari shoofii dan shofii yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah mensucikan dirinya melalui latihan berat dan lama.

4. Sophos, kata Yunani yang berarti hikmat. Orang sufi betul ada hubungannya dengan hikmat, hanya huruf s dalam sophos ditrasliterasikan ke dalam bahasa Arab menjadi sin dan bukan shot, sebagai kelihatan dalam kata filsafat dari kata philosophia. Dengan demikian seharusnya sufi ditulis dengan suufii dan bukan shuufii.

5. Suf, kain yang dibuat dari bulu yaitu wol. Hanya kain wol yang dipakai kaum sufi adalah wol kasal dan bukan wol halus seperti sekarang . Memakai wol kasar di waktu itu adalah simbol kesederhanaan dan kemiskinan. Lawannya ialah memakai sutra, oleh orang yang mewah hidupnya di kalangan pemerintahan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan dalam keadaan miskin, tetapi berhati suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutra dan sebagai gantinya memakai wol kasar.

Lalu dalam bukunya itu, beliau mengatakan bahwa di antara kelima teori di atas, teori nomor limalah yang banyak diterima sebagai asal kata sufi. Namun saya (Mas Gun) berkata: yang paling tepat asal kata tasawuf adalah yang nomor 3 (tiga) di atas, sebab setiap bani Muslimin mengawali dirinya terjun ke dunia tasawuf haruslah berawal dari niat yang tulus ikhlas ingin membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang dengan tujuan ingin bertemu dengan Allah, Sang Zat Yang Maha Suci. Berangkat dari kesucian, berjalan dengan penuh kesucian dan mencapai tujuan akhir perjalanan dengan penuh kemuliaan di hadapan Allah SWT. www.tasawufislam.blogspot.com


Sumber:
MAS GUN CENTRE
http://www.masgunku.wordpress.com
Hp: 085276600050

Minggu, 29 Maret 2009

Perbedaan Sufi Dengan Sofa

Perbedaan Sufi Dengan Sofa

Oleh: Drs. P.M. Gunawan Nst

(Dosen Ilmu Tasawuf Di Stit-Musi)

www.tasawufislam.blogspot.com : Ada segelintir orang berkata bahwa asal kata sufi berasal dari kata sofa, kemungkinan besar orang itu adalah peramal dan bukan sufi, mereka hanya menduga-duga saja, bagai dukun meramal sesuatu yang belum tentu kebenarannya, namun banyak juga orang yang percaya terhadap mereka, sebab sama tingkat ketidak tahuannya terhadap asal kata sufi yang sesungguhnya. Seorang sufi tidak akan berkata bahwa asal kata sufi dari kata sofa, sebab sangat jauh berbeda pengertian sufi dengan pengertian sofa, asal katanya juga berbeda, mari kita telusuri.

Sofa berasal dari bahasa Indonesia yang diperuntukkan kepada tempat tidur. Kata ini hanya cocok untuk orang-orang yang aspemo (asal peak, modom), rajin mengantuk, jarang bangun tengah malam untuk tahajjud kepada Allah dan hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang sedang mengalami ngantuk, setiap mengantuk tentulah teringat pada sofa.

Sufi bukanlah orang yang dekat kepada para sofa, bahkan sufi amat sedikit tidur di sofa. Sufi lebih cenderung bangun di tengah kegelapan malam, di kala hening, sepi, senyap, dikala dunia sedang terlelap di sofanya masing-masing, guna tahajjud, munajat, zikir, berdoa’a, mengadukan halnya kepada Allah, curhat kepada Allah, karena rindunya kepada Allah, karena cintanya kepada Allah, ingin selalu berdua-dua dengan Allah, ni’mat terasa tatkala bertemu dengan sang kekasih yang dirindu, hilang semua resah, lenyap semua gelisah dan ingin bersama-lama berada di hadapanNya guna berbincang-bincang tentang segala hal, berdiskusi sebagaimana layaknya guru dengan murid, tiada ingin hati jauh dariNya. Dikala itu tiada teringat sofa, yang tersebut dalam hati hanya Allaaahu Yaa Allaaah, Allaaahu Yaa Allaaah, Allaaahu Yaa Allaaah ……. trus dan truuus hingga tiada tampak jasad diri sendiri dalam hati, nan tampak hanya Nurullah penuh kilau penyejuk hati. Tiada terdengar suara apapun, kecuali suara ucap desis nurani yang selalu mengucap Allaaahu Yaa Allaaah, seolah jagat raya semesta semuanya mengucap hal yang sama mengiring ucapan nurani ini: Allaaahu Yaa Allaaah. Oh betapa ni’matnya bertemu sang kekasih yang amat dirindu, walau awalnya tiada tampak ZatNya, namun tampak NurNya, Mu’jizatNya, KaromahNya, KuasaNya, tiada hijab diantaranya, semuanya serba terbuka, tampak jelas, tiada tersembunyi, tiada dinding yang dapat membatasi, lebih tembus dari teropong tembus, tampak semuanya dan semuanya itu menambah ketakjuban hati kepada Allah Zat Yang Maha dirindukan oleh setiap kaum sufi kapanpun dan dimanapun kaum sufi berada. Sang sufi bertemu dengan Zat yang dirindukannya tanpa kemasukan, sebab Zat yang dirindukan hanyalah Allah, jika kemasukan, itu bukan Allah, tetapi makhluk-makhluk usil pengganggu.

Oleh sebab itu sangat berbedalah pengertian sufi dengan sofa, untuk itu batallah perkataan tentang asal kata sufi dari kata sofa. Sufi bukan sofa dan sofa bukanlah sufi. Sufi berasal dari bahasa Arab yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah penyucian diri menurut tuntunan Allah (baik tertulis, tersurat, tersirat, maupun ilham wal hidayatullah) dan Rasulullah (Al-Hadits shohih). www.tasawufislam.blogspot.com.

Sumber:

MAS GUN CENTRE

http://www.masgunku.wordpress.com

Perbedaan Sufi Dengan Sapi

Perbedaan Sufi Dengan Sapi

Oleh: Drs. P.M. Gunawan Nst.

www.tasawufislam.blogspot.com : Sufi merupakan sebutan untuk ummad Islam yang mendalami ilmu tasawuf, mereka biasanya dari kalangan ‘ulama yang sudah mencapai batas-batas ilmu tauhid dan ilmu fiqih, kemudian mereka melanjutkan tariqat (jalan) keislamannya dengan melanglang buana ke dunia ilmu tasawuf, suatu dunia yang penuh dengan seolah-olah, gelap jika dipandang oleh mata kepala, ruwet jika difikirkan, namun menjadi pencerahan jiwa jika dipandang dengan qolb (hati), namun harus diiringi dengan penuh kehati-hatian, sebab letaknya di hati tentulah perlu hati-hati bin waspada, agar hati tidak tercemari dengan virus-virus goibis syaithoni yang selalu menyamar seolah-olah jadi sesuatu, ada kalanya menjadi guru goib, ada kalanya jadi kembaran goib, qorin, sahabat goib, istri goib dan bahkan ada yang menjadi Tuhan goibnya, lalu disembah oleh orang-orang sesat kuadrat pangkat 99.

Awalnya bani syettan itu memberi syarat yang masuk aqal, berlandaskan Qur’an, bisa diekpos di koran, jadi kerren, tercapai segala niat wal hajat, lambat laun kita terpedaya olehnya, kemudian kitapun disesatkannya, diseretnya ke lembah hitam yang benar-benar gelap dipandang oleh hati, hijab yang awalnya terbuka jadi tertutup oleh sapir-sapir virus dajjal bin syettan bin Iblis, sholatpun ditinggalkan. Na’uzhu billah min zalik, anehnya diri mengaku Nabi setelah Muhammad SAW, seolah lebih pintar dari Muhammad Rasulullah, amit-amit jabang bayi.

Lihatlah sapi, dipandang mata tampak hina, difikirkan penuh manfaat, namun jika dilihat dari sudut pandang hati, tampaklah betapa sapi amat mulia, sejak dicipta hingga kiamat kelak ruku’ sepanjang hayat dikandung badannya, tiada kata bosan di hatinya, tiada berfikir ingkar dari ruku’nya kepada Allah. Ruku’nya sebagai bukti pada dunia bahwa bani sapi amatlah ta’atnya kepada Allah, pada hal para bani sapi tidak pernah tahu apakah kelak mereka masuk surga atau neraka, sebab belum ada keterangan dalam Al-Qur’an wal Hadits alamat kehidupan bani sapi di akhirat kelak. Namun pun begitu, para bani sapi tidak perduli, mereka tetap ruku’ kepada Allah, sungguh mulia keikhlashan para bani sapi dan dalam Al-Qur’an diabadikan dalam surat Al-Baqarah sebagai tanda betapa mulianya si sapi ikhlas ruku’ tanpa pamrih kepada Allah.

Lihat pula sufi, jika masih ada sufi yang tidak mau ruku’ kepada Allah, baik secara jasadi ataupun batini, maka mereka bukanlah sufi, tetapi lebih tepat disebut sapi. Sebab perbedaan sufi dengan sapi adalah keikhlasan sufi dalam ruku’ kepada Allah melebihi keikhlasan sapi. Jika keikhlasan itu masih setara dengan sapi, berarti bukan sufi, kemungkinan besar adalah sapi berbentuk manusia. Dengan demikian dapatlah dibedakan sufi dengan sapi.

Ada kalanya sholat sedikit, tapi tuntutan kepada Allah amatlah banyaknya, tampak ketidak ikhlasan dalam ruku’nya. Sapi aja ruku’ sepanjang waktu, tapi para bani sapi amatlah ikhlas dan tawakkal kepada Allah, bahwa untuk jadi qurban setahun sekalipun mereka ikhlash. Kita takut neraka, pingin masuk surga, tapi ruku’ malas dan berlenga-lenga, iya apa iya? Astaghfirullahal ‘Azhiiim, semoga kita dapat meningkatkan keikhlasan kita dalam ruku’ kita kepada Allah, agar tingkat ruku’ kita tidak setara dengan para bani sapi, setidaknya bisa menjadi seperti ruku’nya para sufi yang tercerahkan dalam sejarah. Amin Ya Allah.

Sumber:

MAS GUN CENTRE

http://www.masgunku.wordpress.com